Pengembangan Media Massa Pembelajaran

Ditulis pada Juni 3, 2008 oleh rezaervani

Bismilahirrahmanirrahiim

Ketika penulis menyebutkan media pendidikan, mungkin sebagian besar pendidik akan langsung teringat dengan Papan Tulis, White Board, OHP atau In Focus Projektor.

Ketika penulis coba ajukan pertanyaan, apakah televisi dan radio bisa menjadi media pembelajaran ? Mungkin sebagian besar pendidik menjawab “Ya”

Jikalau pertanyaan dilanjutkan kembali menjadi, “Apakah Televisi dan Radio saat ini pantas disebut sebagai media pembelajaran ?” Mungkin sebagian besar pendidik akan menjawab “Tidak”.

Ketika Rumah Ilmu Indonesia mencoba merancang media dengan menggunakan berbagai fasilitas yang memungkinkan, seperti internet dan radio, setidaknya ada beberapa hal yang harus dicapai tahapan-tahapannya :

1. Membangun “Opini Pembelajaran” di Masyarakat

Tahapan ini sesungguhnya harus dilakukan dengan sangat massive. Menggeser paradigma kebutuhan masyarakat akan media, dari media sebagai penyedia “hiburan” (entertaint) menjadi media sebagai penyedia materi pembelajaran (learning content) harus dilakukan dengan sangat kreatif dan produktif. Tanpa itu, sulit rasanya menggeser budaya menonton dan mendengar yang selama ini ada di masyarakat.

Selain itu peran `issu maker’ juga harus bisa diambil oleh media-media yang dirancang dan dimanfaatkan oleh Rumah Ilmu Indonesia. Maksudnya adalah, harus adanya kemampuan Rumah Ilmu Indonesia untuk mengendalikan aliran isu yang mengalir.

Di zaman euforia reformasi seperti yang masih berlangsung saat ini, kejadian apapun sebenarnya memiliki dua sisi opini yang saling kontra satu sama lain. Kasus Ahmadiyah misalnya, tampak jelas sekali kubu yang mendukung dan kubu yang menolak. Jika kemudian media massa masuk ke salah satu kubu, maka seolah-olah kubu itulah yang lebih besar, sekalipun nyatanya secara kuantitas kubu itu kecil adanya.

Kasus lain misalnya, Islam Liberal. Walau secara kuantitas orang-orang ini kecil, tetapi secara kemampuan infiltrasi media massa dan membangun opini, kita harus mengakuinya. Sehingga terkadang masalah yang sudah jelas “gelap terangnya” malah bisa bergeser menjadi abu-abu, masalah yang sudah jelas “halal haramnya” malah bergeser menjadi “syubuhat”

Contoh kasus tersebut dapat dipelajari oleh Team Media & Broadcast Rumah Ilmu Indonesia agar tidak terjebak pada isu-isu yang malah membawa kepada “politisasi pendidikan”. Mengendalikan apa yang didapat, ditonton dan didengar oleh masyarakat menjadi penting untuk membangun opini pembelajaran tadi.

Untuk itu, sedapat mungkin semua yang disampaikan haruslah berada dalam skenario yang dikaji secara matang, dan upayakan semua yang dilakukan patuh pada skenario tersebut.

Di tahap ini, materi-materi yang diangkat belumlah spesifik. Masih berkisar pada isu-isu dan masalah-masalah umum pendidikan.

Pemilihan tema programpun harus dipilih dengan hati-hati.

Pemilihan radio komunitas sebagai media sambung siar menjadi tepat karena pembangunan opini memang lebih mudah dilakukan pada komunitas-komunitas kecil daripada harus sekaligus `menyerang’ massa yang lebih besar dan sudah memiliki `own opinion’ yang dibangun oleh media massa-media massa yang lebih kuat dan besar skalanya.

Setidaknya, dalam pengamatan penulis, ada beberapa tahapan juga yang harus dilakukan di tahapan ini :

a. Kampanye marketing yang massive

Ingat selalu bahwa leaflet dan iklan juga merupakan media untuk membangun opini pembelajaran

b. Pelebaran penggunaan media dan jaringan media
Termasuk dalam hal ini adalah pelebaran tema dan penggunaan berbagai stasiun radio dan televisi yang sudah ada untuk menayangkan program-program media & broadcast Rumah Ilmu Indonesia

c. Pengembangan kegiatan offline
Program-program seperti pelatihan, Media goes to School dan semacamnya diharapkan mampu mendorong pembentukan opini pembelajaran yang lebih cepat dan lebih luas.

2. Memfasilitasi “Komunitas Pembelajaran” dengan Media yang Lebih Spesifik

Diharapkan jika tahap pertama ini bisa kita jalankan dengan baik, maka akan terbentuk kemudian komunitas-komunitas pembelajar di masyarakat.

Sebagai catatan kembali, pembentukan komunitas itu harus pula mampu didorong oleh media-media yang dirancang oleh Rumah Ilmu Indonesia. Beberapa hal sudah kita lakukan, misalnya mailing list rezaervani menghasilkan komunitas yang cukup besar. Hal lain yang dapat kita lakukan misalnya, mendorong tumbuhnya komunitas pendengar acara BINCANG GURU & PENDIDIKAN, atau komunitas pembaca buletin FORISTIC.

Ini harus pula dicermati dan mampu teranalisa dengan baik oleh seluruh komponen Rumah Ilmu Indonesia, jangan sampai tidak terdeteksi apalagi terlepas.

Komunitas-komunitas itu tidak akan banyak kuantitasnya, tapi itulah tantangannya. Memfasilitasi komunitas itu dengan media yang lebih spesifik diharapkan mampu mendorong terjadinya perpaduan antar berbagai media pembelajaran.

Contohnya adalah apa yang pernah dilakukan oleh BBC Step by Step (Pelajaran Bahasa Inggris) dan Deutsche Welle dalam pembelajaran Bahasa Jerman.

Selain mengadakan siaran di Radio dan televisi, mereka juga mengirimkan buku-buku panduan yang memudahkan para pendengarnya untuk mengikuti pelajaran yang dilangsungkan.

Karena itulah sebenarnya, Rumah Ilmu Indonesia juga menyiapkan Departemen Penerbitan.

Saat ini, Rumah Ilmu Indonesia juga sedang menjalani riset media Web 2.0 sebagai media pembelajaran. Perpaduan antara web based learning dengan media massa akan menjadi sangat optimal jika dilakukan secara terpadu.

Mampukah Rumah Ilmu Indonesia ? Harus !!

3. Membangun Media Massa Pembelajaran Mandiri

Jika tahapan-tahapan diatas dapat kita lakukan, maka tahapan terakhir yang nanti kita kerjakan adalah membangun media massa pembelajaran mandiri.

Ini dapat berarti kita harus punya radio sendiri, stasiun televisi sendiri, production house sendiri, majalah dan surat kabar sendiri, yang semuanya memiliki orientasi pencerdasan masyarakat.

Pra dan pasca tahap ketiga ini, harus pula dilakukan penelitian (research) seputar pemanfaatan media bagi pembelajaran. Banyak model yang sesungguhnya sudah dilakukan oleh negara-negara di luar Indonesia, termasuk yang dikembangkan di Afganistan. Kita bisa ambil model-model tersebut untuk kemudian disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

***
Tanpa melewati tahapan-tahapan diatas, rigiditas Rumah Ilmu Indonesia di bidang media dapat dipertanyakan. Perjalanan akan membuat kita belajar lebih banyak dan menjadi kuat.

Akhir kata, ini adalah sebuah pekerjaan besar yang membutuhkan nafas panjang. Yang paling mahal dari semuanya adalah komitmen dan keteguhan niat kita untuk menjadikan Rumah Ilmu Indonesia menjadi salah satu garda terdepan dalam membangun budaya belajar masyarakat, sehingga harapan terbentuknya sebuah masyarakat madani yang berdiri di atas pondasi moral yang teguh dan ilmu yang luas dapat terwujud.

Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(Al Quran Al Karim Surah Al Maidah ayat 54)
Faidza azzamta fa tawakal `alaLlah

sumber: http://rezaervani.wordpress.com/2008/06/03/pengembangan-media-massa-pembelajaran/

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger